Halo sobat membaca, kali ini mimin mau share sebuah cerita mistis pendakian pada tahun 2013 silam yang di alami seorang laki-laki bernama Eka saat melakukan pendakian bersama pasangan-nya di gunung semeru, jawa timur.
Namun sayang, Pendakian itu menjadi pertemuan terakhir Eka dengan pasangan nya, Kisah horor namun sedih ini di ceritakan melalui salah satu akun yutube bernama LVDS Channel.
Cerita ini terbagi menjadi 4 halaman, halaman selanjutnya bisa klik di bagian bawah artikel ya...
Berikut Cerita Lengkap Perjalanan nya:
Cerita Mistis Gunung Semeru, Pertemuan terakhir di Ranu Kumbolo part 1
Sebelumnya kenalkan aku Eka.
Pada tahun 2013 lalu aku harus kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupku, dia adalah Erna, gadis cantik yang waktu itu masih berusia 20 tahun, tidak selang jauh dari umurku yang masih 21 tahun.
Aku kenal kerna sejak kami masih duduk di bangku sekolah dan aku berniat meminangnya setelah kami sama-sama menyelesaikan pendidikan S1.
Kedekatan kami berdua telah mendapat restu dari kedua orang tua kami, dan Erna dulu pernah bilang padaku bahwa dia mempunyai sebuah keinginan yang belum terwujud, yaitu mendaki ke Ranukumbolo gunung semeru dan aku juga pernah berjanji untuk mengantarkannya ke Ranukumbolo.
Kedekatan kami ini sudah berjalan sekitar 3 tahun dan pada suatu hari tiba-tiba Erna menghubungiku melalui telepon dan mengajakku mendaki ke Ranu kumbolo gunung semeru.
Mendengar ajakan itu, aku yang sudah terbiasa dengan kegiatan pendakian memberi tau satu hal kepada Erna bahwa mendaki gunung itu tidak semudah yang dia bayangkan, apalagi gunung yang ingin didakinya adalah gunung semeru, gunung yang menyimpan sejuta misteri didalamnya, disisi lain setauku Erna belum pernah bergelut di dunia pendakian karena fisiknya lemah, tapi apalah daya, aku harus menepati janji.
Karena melihat Erna yang benar-benar ingin mendaki ke gunung semeru akupun menuruti perminta’annya, disisi lain aku juga ingin mengenalkan kepadanya tentang alam meskipun aku juga belum pernah ke semeru sebelumnya.
Sebelum berangkat aku meminta kepada Erna untuk melatih fisiknya agar nanti tidak kaget dengan medan yang akan kami tempuh di gunung semeru.
Setelah 2 hari sebelum hari pemberangkatan aku mendatangi Erna kerumahnya dan meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk mengajak Erna pergi camping bersama teman-teman kampus.
Aku tidak berani bilang terus terang pada kedua orang tua Erna karena aku tau kalau aku bilang kami akan mendaki gunung pastinya orang tuanya tidak mengijinkan, dan semua ini aku lakukan demi Erna yang sangat ingin mendaki ke Ranu kumbolo.
Setelah memohon pada orang tua Erna akhirnya kami diijinkan dengan syarat aku harus menjaga Erna selama acara camping itu, dengan badan tegak aku mengiyakan permintaan orang tua Erna.
Mendengar orang tuanya mengijinkan Erna terlihat sangat senang tapi dalam hati aku bilang,
“𝘔𝘢𝘢𝘧 𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘬, 𝘣𝘶, 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘰𝘩𝘰𝘯𝘨”.
Setelah mendapat ijin itu aku mengajak Erna untuk keluar ke sebuah cafe untuk memberitahunya tentang apa saja yang harus disiapkan selama pendakian nanti.
Singkat cerita, dua hari kemudian kami berangkat, aku menjemput Erna kerumahnya dan berpamitan dengan kedua orang tuanya. Sebelum berangkat ibunya Erna sempat titip sesuatu kepada kami,
“𝘕𝘥𝘶𝘬 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘮𝘢𝘬 𝘯𝘪𝘵𝘪𝘱 𝘣𝘦𝘭𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘢𝘱𝘦𝘭 𝘺𝘢“.
Kamipun menuruti permintaan beliau dan pagi itu kami segera bergegas berangkat meninggalkan rumah Erna.
Didalam perjalanan menuju ke Ranupani sesekali aku bertanya kepada Erna tentang kondisi fisiknya dan dia bilang sangat baik, mendengar itu aku merasa lega dan kami terus berjalan menuju ke desa Ranupani, sesampai di desa Ranupani aku segera menuju ke pos pendaftaran untuk meminta ijin selama 3 hari.
Setelah semua persyaratan sudah selesai sore itu kami makan di salah satu warung yang ada disitu dan aku melihat Erna sangat ceria dari biasanya.
Setelah selesai makan kami bergegas memulai perjalanan agar sampai di Ranukumbolo tidak terlalu malam.
Di awal-awal perjalanan aku melihat Erna tersenyum bahagia sambil sesekli berbuat usil kepadaku, aku tau waktu itu Erna benar-benar sangat senang dengan perjalanan kali ini.
Singkat cerita, karena aku melihat Erna sepertinya kelelahan kamipun istirahat dulu di pos 2 untuk minum dan makan beberapa makanan ringan yang dibawa Erna dan di pos 2 itu wajah ceria Erna yang sebelumnya terlihat sekarang sudah tidak terlihat lagi, aku tau kalau Erna pasti kelelahan karena ini adalah pengalaman pertamanya mendaki gunung.
Aku mencoba menghiburnya dan setelah kuhibur aku bisa melihat wajah cerianya kembali tapi, tidak tau kenapa melihat senyuman Erna kali ini aku merasa ada sesuatu yang akan terjadi padanya.
Tapi, ah mungkin ini hanya perasaanku saja karena terlalu memikirkan Erna.
Setelah 1 jam kami istirahat di pos 2 kamipun melanjutkan perjalanan dengan sangat pelan, di sepanjang perjalanan menuju ke pos selanjutnya sesekali aku berbuat usil kepada Erna dengan tujuan agar dia tidak merasa capek.
Berjalan dengan sangat lambat, saking lambatnya kami baru sampai di pos 3 setelah maghrib. Aku memaklumi keada’an Erna yang memang fisiknya lemah, setiap beberapa langkah berjalan kemudian berhenti, dan begitu seterusnya.
Karena tidak tega melihat keada’annya, di pos 3 itu aku bilang pada Erna,
“𝘠𝘢𝘯𝘬 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘤𝘢𝘱𝘦𝘬 𝘨𝘢 𝘶𝘴𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴𝘪𝘯, 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘢𝘭𝘪𝘬 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘢𝘫𝘢 𝘨𝘱𝘱”
“𝘜𝘥𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘬 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘮𝘢𝘶 𝘣𝘢𝘭𝘪𝘬 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯?”, jawab Erna.
“𝘠𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘢𝘬 𝘬𝘶𝘢𝘵?”
“𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘫𝘢, 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘬𝘰𝘬”, jawab Erna dengan sedikit memaksakan senyumnya.
Tidak lama kemudian ketika kami sedang asyik duduk, tiba-tiba Erna menggigil kedinginan dan nafasnya ngos-ngosan.
Melihat itu aku sangat panik, aku segera merangkul pundaknya dan berkata,
“𝘠𝘢𝘯𝘬 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢?”
Erna tidak menjawab dan hanya menggigil kedinginan, dengan sigap aku mengambil jaket didalam tasku dan kupakaikan ke tubuh Erna tapi, tetap saja dia menggigil kedingingan dan semakin lama wajahnya terlihat pucat.
Keadaan ini membuatku benar-benar sangat panik, lalu kuambil matrasku dan semua peralatan masak untuk membuatkan Erna segelas teh tapi, ketika aku sedang sibuk dengan komporku tiba-tiba Erna roboh dari duduknya dengan keadaannya yang kaku dan nafas yang ngos-ngosan.
Melihat itu aku segera meraih badan Erna dan menidurkannya di pangkuanku sambil bilang,
“𝘠𝘢𝘯𝘬, 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘪𝘩? 𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘵𝘪𝘣𝘢-𝘵𝘪𝘣𝘢 𝘬𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘨𝘪𝘯𝘪?”
Tapi Erna tidak menjawabku, dia hanya melotot dengan nafasnya yang semakin ngos-ngosan.
Next part 2 ...
Part 1 - 4 bisa klik tombol dibawah ini ya
Cerita Mistis Gunung Semeru, Pertemuan terakhir di Ranu Kumbolo part 2
Aku mengira waktu itu Erna sedang kesurupan tapi aku tidak mau berfikir negatif.
Aku berharap malam itu ada pendaki lain yang lewat agar aku bisa minta bantuan tapi, satupun aku tidak melihat ada pendaki, lalu aku membongkar isi tasku dan mencari obat-obatan yang sudah aku siapkan tapi hanya minyak kayu putih yang menurutku berguna.
Aku mengoleskannnya ke bagian lehernya tapi, keadaannya malah sebaliknya, sekujur tubuhnya membujur kaku seperti membeku.
Akupun membuka ranselnya Erna dengan tujuan untuk mencari sesuatu yang bisa digunakan dan disitu aku menemukan sebuah alat oksigen yang biasa digunakan untuk orang yang menderita sesak nafas, melihat itu aku langsung mengambilnya dan memberikannya untuk Erna.
Syukurlah setelah memakai alat itu keadaannya Erna sudah sedikit membaik, tubuhnya yang tadinya kaku sudah lemas dan nafasnya sudah tidak seperti sebelumnya, lalu aku lanjut membuatkan teh hangat untuknya.
Setelah teh sudah jadi aku meminta Erna untuk meminumnya lalu menanyakan tentang penyakit yang dideritanya,
Dan Kejadian itu membuatku tau satu hal, bahwa ternyata Erna sedang menderita penyakit asma.
Aku sangat menyesal sudah menurutinya mendaki, dan yang lebih menyesal lagi, setelah sekian lama aku pacaran dengan dia baru sekarang aku tau tentang penyakit yang diderita Erna.
Malam itu aku putuskan untuk tidak melanjutkan pendakian, aku mengajak Erna untuk bermalam di pos 3 untuk menunggu pagi dan kemudian kembali turun tapi, Erna masih tetap dengan keinginannya yaitu ingin melihat keindahan danau Ranukumbolo,
“𝘛𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘵𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢𝘢𝘯𝘬𝘶, 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘪𝘮𝘱𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘦𝘶𝘮𝘶𝘳 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘬𝘶”.
Akhirnya dengan berat hati aku tetep menurutinya dan bilang,
“𝘠𝘢𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘬𝘦 𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘣𝘦𝘴𝘰𝘬, 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘪𝘯𝘪 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘪𝘴𝘵𝘪𝘳𝘢𝘩𝘢𝘵 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘪 𝘥𝘶𝘭𝘶 𝘣𝘪𝘢𝘳 𝘬𝘰𝘯𝘥𝘪𝘴𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘧𝘪𝘵 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘣𝘦𝘴𝘰𝘬”
Akhirnya malam itu kami bermalam di pos 3 tapi malam itu aku tidak bisa tidur nyenyak karena takut terjadi apa-apa lagi dengan Erna.
Pagipun tiba, sekitar jam 6 pagi aku bangun, setelah bangun aku melihat kondisinya Erna sepertinya tidak ada masalah, lalu aku segera memasak makanan untuk kami berdua.
Setelah masakan sudah matang aku membangunkan Erna dan mengajaknya untuk makan, setelah selesai makan aku bilang kepada Erna,
“𝘒𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘢𝘭𝘪𝘬 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢, 𝘬𝘦 𝘙𝘢𝘯𝘶𝘬𝘶𝘮𝘣𝘰𝘭𝘰𝘯𝘺𝘢 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶 𝘢𝘫𝘢?”
“𝘌𝘯𝘨𝘨𝘢𝘬, 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘬𝘦 𝘙𝘢𝘯𝘶𝘬𝘶𝘮𝘣𝘰𝘭𝘰”
“𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘰𝘯𝘥𝘪𝘴𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘨𝘪𝘯𝘪?”
“𝘈𝘬𝘶 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘵 𝘬𝘰𝘬, 𝘣𝘦𝘯𝘦𝘳𝘢𝘯”.
Akhirnya dengan berat hati akupun menurutinya untuk tetap melanjutkan perjalanan ke Ranukumbolo, setelah sesai makan aku membereskan semua peralatan kemudian lanjut berjalan.
Di sepanjang perjalanan menuju ke Ranukumbolo aku melihat Erna berbeda dari kemarin, dia terlihat lebih pendiam.
Akupun tidak diam, aku mencoba menghiburnya agar wajah cerianya bisa kembali lagi,
“𝘈𝘺𝘰 𝘥𝘰𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵, 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯 𝘬𝘦 𝘙𝘢𝘯𝘶𝘬𝘶𝘮𝘣𝘰𝘭𝘰, 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘯𝘵𝘢𝘳 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘯𝘺𝘢𝘮𝘱𝘦𝘬 𝘭𝘰𝘩”
Dia hanya menjawabnya dengan tersenyum kecil.
Setelah beberapa menit kami berjalan dari sebelah kiri tampaklah danau Ranukumbolo yang biru dan sangat indah, dan disitu akhirnya aku melihat Erna ceria lagi seperti kemarin.
Aku segera mengajaknya untuk lanjut berjalan agar cepat sampai di tepi danau dan kami bisa istirahat, sesampainya di tepi danau aku langsung mendirikan tenda dan menikmati keindahan danau Ranukumbolo dan hari itu kami bermalam di Ranukumbolo, yang aku khawatirkan malam itu adalah asmanya Erna kambuh lagi tapi untungnya tidak, jadi aku bisa lebih tenang.
Pagi harinya kami turun meninggalkan Ranukumbolo, selama perjalaan turun aku melihat Erna lebih banyak diam dan melamun, seperti sedang menyembunyikan ras sakit tapi aku tetap berusaha menghiburnya dan sesekali bertanya tentang keadaannya,
“𝘠𝘢𝘯𝘬 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘬𝘢𝘯?”
“𝘉𝘢𝘪𝘬 𝘬𝘰𝘬”, jawab Erna dengan singkat.
“𝘒𝘢𝘭𝘰 𝘤𝘢𝘱𝘦𝘬 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘣𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢”, tanyaku lagi.
“𝘐𝘺𝘢”. jawab Erna dengan singkat.
Singkat cerita, sampailah kami di Ranupani sekitar jam 12 siang, sesampai disitu kami makan di warung tempat kami makan kemarin sebelum naik, setelah makan kami langsung meinggalkan Ranupani dan pulang kerumah.
Sekitar jam 4 sore kami sampai dirumah Erna, setelah sampai dirumahnya aku pamit dengan kedua orang tuanya dan kembali pulang.
2 hari setelah pulang dari pendakian itu aku mendengar kabar bahwa Erna masuk rumah sakit karena penyakit asma yang dideritanya itu semakin parah, mendengar kabar itu aku cepat-cepat menuju ke rumah sakit tapi, belum sempat aku berangkat tiba-tiba saudaranya Erna menelponku dan memberi kabar bahwa Erna telah berpulang untuk selamanya.
Aku tidak percaya, ternyata pertemuanku dengan Erna di Ranukumbolo itu adalah pertemuan terakhir.
Aku tidak sedih mendengar kabar itu, aku hanya diam, otakku rasanya dipenuhi sejuta rasa bersalah.
Aku tidak menyalahkan siapapun, aku hanya menyalahkan diriku sendiri, rasanya aku ingin memarahi siapapun yang kulihat.
Next part 3 ...
Cerita Mistis Gunung Semeru, Pertemuan terakhir di Ranu Kumbolo part 3
Sore itu aku pergi kerumah Erna, sesampai disana aku melihat Erna sedang dikerumuni banyak orang dan aku juga ikut merasakan kesedihan yang dirasakan keluarganya.
Melihat kejadian ini tidak terasa aku ikut menangis, lalu kuhampiri Erna yang waktu itu sudah menumpangkan kedua tangannya diatas perut dan aku memeluknya beserta kain kafan yang dipakainya, ketika aku memeluknya itu aku melihat Erna sedang tersenyum manis kepadaku.
Singkat cerita, tidak terasa satu bulan lamanya Erna meninggalkan kami semua dan selama satu bulan itu aku menjalani hari-hariku dengan penuh rasa bersalah,
“𝘈𝘯𝘥𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘌𝘳𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘳𝘪𝘸𝘢𝘺𝘢𝘵 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘢𝘫𝘢𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘳 𝘙𝘢𝘯𝘶 𝘬𝘶𝘮𝘣𝘰𝘭𝘰”.
Aku mencoba melupakan ini semua dan memulai hidup baru tapi benar-benar sulit.
Setelah 40 hari setelah kepergian Erna aku berniat kembali ke Ranukumbolo dengan tujuan ingin mengenang masa-masa terakhir kami bersama.
Aku menyiapkan semua alat pendakianku untuk pergi ke Ranukumbolo besok, melihatku yang sedang sibuk dengan peralatan pendakianku ibuku bertanya,
“𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘮𝘶𝘯𝘤𝘢𝘬 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘯𝘢𝘬?”
“𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘬𝘦 𝘙𝘢𝘯𝘶𝘬𝘶𝘮𝘣𝘰𝘭𝘰 𝘣𝘶𝘬, 𝘥𝘰𝘢𝘪𝘯 𝘺𝘢”, jawabku kepada ibu.
“𝘠𝘢𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘫𝘢𝘨𝘢 𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘣𝘢𝘪𝘬-𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘺𝘢”, jawab ibu yang seakan sudah tau dengan tujuanku.
Keesokan harinya akupun berangkat, aku sengaja tidak mengajak siapapun karena aku ingin mencari suasana yang benar-benar damai di alam.
Selama perjalanan ke Ranupani, aku menyempatkan singgah di beberapa tempat yang dulu pernah aku singgahi bersama Erna. Gila sih menurutku, tapi dengan begini aku bisa mengobati rasa rinduku kepada Erna.
Singkat cerita aku sampai di Ranupani, sesampai disitu akupun mampir di sebuah warung makan yang dulu pernah aku singgahi bersama Erna, setelah makan aku langsung memulai perjalanannku.
Mulai berjalan, entah kenapa di sepanjang perjalananku ini rasanya berbeda, aku merasa seperti tidak berjalan sendiri tapi ada Erna disampingku tapi, ah itu tidak mungkin! Itu hanyalah perasaanku saja karena aku masih belum bisa melupakannya.
Setelah kurang lebih 4 jam berjalan akhirnya aku melihat pos 3 sudah didepan mata, sebuah tempat yang menyimpan sejuta rasa bersalah. Akupun mempercepat langkah kakiku agar segera sampai di pos itu, setelah sampai di pos tersebut aku melihat ada seorang pendaki wanita yang sedang terduduk lelah.
Wanita itu menyapaku dan akupun kembali menyapanya,
“𝘚𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘢𝘴? 𝘔𝘢𝘯𝘢 𝘳𝘰𝘮𝘣𝘰𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢?”
“𝘐𝘺𝘢 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘮𝘣𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘳𝘰𝘮𝘣𝘰𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢?”, ucapku balik bertanya.
“𝘚𝘢𝘺𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘬𝘰𝘬 𝘮𝘢𝘴”, jawab wanita itu dengan senyum.
Akupun duduk di dekat wanita itu dan mengobrol dengannya. Nama wanita itu adalah Tia.
Entah kenapa, ketika aku duduk dan mengobrol dengan Tia itu hatiku terasa nyaman, seketika itu aku lupa dengan tujuan utamaku ke Ranukumbolo ini. Tidak lama kemudian Tia menawariku untuk jalan bareng ke Ranukumbolo karena kebetulan tujuan kami sama yaitu ke Ranukumbolo. Aku menerima tawaran dari Tia dan kamipun lanjut berjalan bareng ke Ranukumbolo.
Di sepanjang perjalanan ke Ranukumbolo aku merasa sangat nyaman ketika berada didekatnya, aku berfikir,
“Mungkin Tia adalah wanita yang dikirim Tuhan sebagai pengganti Erna”.
Malam itu sekitar pukul 7 kami sampai di Ranukumbolo, sesampai disitu aku mendirikan tendaku dan membantu Tia mendirikan tendanya dengan posisi berhadapan. Setelah tenda sudah sama-sama berdiri malam itu aku dan Tia duduk santai didepan tenda sambil menikmati udara dingin Ranukumbolo.
Hatiku semakin yakin bahwa Tia adalah seseorang tepat sebagai pengganti Erna yang sudah tenang di alam sana. Disisi lain hobi kita juga sama yaitu mendaki gunung.
Malam itu kami saling mengobrol didepan tenda,
“𝘛𝘪𝘢, 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘰𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘯𝘪 𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘪 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘢𝘯?”
“𝘈𝘬𝘶 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘬𝘦𝘵𝘦𝘯𝘢𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘦𝘳𝘢𝘮𝘢𝘪𝘢𝘯”, ucap Tia dengan senyum manisnya.
“𝘔𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘨𝘢𝘬 𝘬𝘩𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪𝘳 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘯𝘢𝘪𝘬 𝘨𝘶𝘯𝘶𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪?”, tanyaku kepada Tia.
“𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘢 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘬𝘰𝘬 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘬𝘶, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘰𝘩𝘰𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘦𝘴𝘪𝘯𝘪” jawab Tia.
“𝘈𝘸𝘢𝘴 𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘰 𝘣𝘰𝘩𝘰𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘯𝘨𝘮𝘶 𝘱𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨”, jawabku sambil mengajak Tia bercanda.
Akhirnya usahaku itu berhasil, Tia membalasnya dengan senyuman sambil bercanda.
Malam semakin larut, aku mempersilahkan Tia untuk masuk kedalam tendanya dan beristirahat karena aku kasihan melihat dia yang sepertinya sudah kedinginan. Tia masuk kedalam tenda untuk istirahat sementara aku masih di posisi dudukku di depan tenda sambil menikmati minuman yang belum habis.
Malam itu Ranukumbolo terlihat sangat indah dengan dihiasi warna warni lampu dari tenda pendaki lain dan malam itu entah kenapa semua tentang Erna telah hilang dari fikiranku. Mungkin, secara tidak sengaja Tia berhasil membantuku melupakannya.
Akupun ingin mengubur rasa kehilangan dan bersalahku ini dalam-dalam disini. Yang sudah terjadi biarlah terjadi, yang sudah mati tidak akan bisa hidup lagi.
Next part 4 ...
Cerita Mistis Gunung Semeru, Pertemuan terakhir di Ranu Kumbolo part 4. Terakhir
Setelah minumanku sudah habis aku masuk kedalam tendaku agar lebih hangat, ya msekipun malam itu aku masih belum ingin tidur. Didalam tenda aku terus memikirkan tentang Tia, andai saja itu benar bahwa Tia memang sengaja dikirim oleh Tuhan sebagai penggani Erna, tapi semakin aku memikirkan tentang Tia aku semakin teringat dengan Erna.
Dan malam itu aku baru sadar kenapa aku bisa nyaman ketika berada didekat Tia. Ternyata semua tingkah laku dan cara bicaranya Tia itu mirip sekali dengan Erna. Aku baru sadar setelah mengingat kata-kata yang diucapkan Tia barusan,
“𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘢 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘬𝘰𝘬 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘬𝘶, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘰𝘩𝘰𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘦𝘴𝘪𝘯𝘪”
Otakku semakin tidak karuan memikirkan semua ini, aku sempat berfikir,
“Apa jangan-jangan Tia itu?”
Tapi aku tidak ingin berfikiran sampai sejauh itu, aku menganggap itu wajar karena mungkin saja itu hanya sebuah kebetulan. Akhirnya daripada berfikir yang tidak-tidak akupun mengambil sleeping bagku kemudian tidur.
Ke’esokan harinya aku terbangun dari tidurku karena mendengar suara dari pendaki lain sedang melakukan aktivitasnya. Aku segera keluar dari tenda untuk menghangatkan tubuh karena pagi itu kondisi Ranukumbolo sangat dingin.
Setelah sampai diluar tenda aku melihat tenda Tia masih tertutup, mungkin dia belum bangun. Aku sengaja tidak membangunkannya karena aku tidak ingin mengganggu istirahatnya.
Setelah kurasa tidak dingin aku mengambil alat masakku kemudian lanjut memasak. Aku memasak lebih banyak karena aku juga ingin memasakan untuk Tia, biar nanti kalau dia bangun bisa langsung makan. Setelah masakan hampir matang terlihat Tia keluar dari tendanya dan ikut memasak bersamaku.
Kami berdua memasak didepan tenda. Ketika kami sedang memasak aku menjadi semakin yakin karena sikap dan tingkah lakunya Tia itu mirip sekali dengan Erna. Dan yang membuatku semakin yakin lagi, makanan yang disukainya pun sama.
Anehnya kenapa aku baru menyadari hal itu padahal sudah dari semalam aku bersama Tia. Tapi aku tetap berfikir positif, ya mungkin saja ini karena efek aku masih belum bisa melupakan Erna.
Setelah selesai makan kami berfoto-foto di dekat danau Ranukumbolo untuk mengabadikan momen, kami bergantian untuk saling memotret. Setelah puas dengan itu kami kembali ke tenda dan berencana untuk turun siang itu juga.
Singkat cerita, setelah semua peralatan sudah dipacking aku dan Tia berjalan turun meninggalkan Ranukumbolo.
Di sepanjang perjalanan turun itu aku memperhatikan lebih jelas lagi tingkah lakunya Tia. Dan ternyata benar! Itu benar-benar mirip sekali dengan Erna. Terlihat dari cara berjalannya, nada bicaranya dan makanan yang disukainya. Dalam hati aku berkata,
“Kenapa bisa semirip ini?”.
Aku hanya bisa menutupi semua yang kau rasakan ini kepada Tia, kami terus berjalan hingga sampailah kami di pos 3, sesampai disitu Tia mengajaku untuk istirahat.
Ketika sedang istirahat tiba-tiba aku ingat sesuatu, bahwa tempat yang ditempati duduk Tia itu sama persis dengan tempat dimana Erna pernah duduk disitu sa’at sedang sakit. Akupun duduk disebelah Tia, lalu tiba-tiba Tia mengucapkan sesuatu,
“𝘌𝘬𝘢”
Mendengar perkata’an itu spontan aku menoleh kearah Tia, dia mengucapkan kata-kata itu sambil tersenyum. Dan aku hanya terdiam sejuta kata setelah mendengar ucapan dari Tia barusan. Lalu Tia memberiku sesuatu yang membuatku semakin tidak bisa berkata apa-apa.
Dia memberiku sebuah benda yaitu alat oksigen milik Erna yang dulu pernah dipakainya ketika asmanya kambuh disini.
Aku baru tau, ternyata alat oksigen milik Erna dulu tertinggal disini.
Bergetar tanganku sa’at menerima benda itu darinya, lalu Tia lanjut berucap,
“𝘐𝘯𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢’𝘢𝘯 𝘌𝘳𝘯𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘭𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪”.
Mendengar itu aku benar-benar tersentak, lalu aku bertanya pada Tia,
“𝘚𝘦𝘣𝘦𝘯𝘦𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢? 𝘋𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘢𝘶 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘌𝘳𝘯𝘢?”
“𝘒𝘢, 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘰𝘩𝘰𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘭𝘶𝘱𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘌𝘳𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘣𝘢𝘯𝘪 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘭 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘌𝘳𝘯𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢”. Ucap Tia kepadaku.
Aku semakin tidak bisa bicara dibuatnya, aku hanya tercengang mendengar setiap ucapan yang diucapkan wanita itu. Lalu Tia lanjut berucap,
“𝘒𝘢, 𝘌𝘳𝘯𝘢 𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢’𝘢𝘯, 𝘢𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘳𝘶𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢”
Spontan aku menjawab,
“𝘗𝘦𝘳𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢’𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘢?”
“𝘕𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘭𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘢𝘱𝘦𝘭 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘢 𝘌𝘳𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪𝘨𝘶𝘴 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘮𝘪𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘮𝘢’𝘢𝘧𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘰𝘩𝘰𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢”. Ucap Tia kepadaku.
Mendengar perminta’an itu aku langsung lemas, karena aku juga termasuk orang yang ikut berbohong pada orang tua Erna. Lalu tiba-tiba wanita itu beranjak berdiri dan mengucapkan kata terakhir,
“𝘒𝘶𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘴𝘢’𝘢𝘵 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘌𝘳𝘯𝘢”
Setelah kata-kata itu diucapkan, wanita itu beranjak turun meninggalkanku. Aku yang waktu terdiam membiarkan wanita itu pergi, setelah wanita itu pergi aku mengingat-ingat kembali dengan apa yang sudah diucapkan wanita itu. Tidak lama kemudian aku beranjak turun untuk menyusul wanita tadi tapi, aku sudah tidak melihatnya entah kemana perginya.
Akupun melupakannya dan melanjutkan perjalanan turun hingga sampai di Ranupani dan kembali pulang. Selama perjalanan pulang aku memikirkan semua perkata’an dari wanita yang tadi bersamaku.
Akhirnya sepulang dari Ranupani aku memberanikan diri untuk langsung kerumah orang tua Erna. Aku siap menanggung semua resikonya jika memang aku harus dimarahi orang tuanya.
Sesampai dirumahnya aku mengatakan yang sejujurnya, tentang kemauan Erna hingga kami terpaksa berbohong. Mendengar pernyata’an dariku orang tua Erna berucap,
”𝘚𝘶𝘥𝘢𝘩𝘭𝘢𝘩 𝘯𝘢𝘬 𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘩𝘢 𝘬𝘶𝘢𝘴𝘢, 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘪𝘬𝘩𝘭𝘢𝘴. 𝘐𝘣𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘪𝘯𝘪”.
Setelah mengatakan itu semua kepada orang tua Erna aku memberikan buah apel yang sudah kubeli tadi kemudian aku pamit pulang.
Malam harinya aku melihat foto-foto yang sudah diambilnya di Ranukumbolo tadi, dan ternyata semua fotonya Tia itu tidak ada alias kosong tidak ada orangnya, hanya pemandangan saja. Akupun berfikir, sebenarnya siapa wanita yang mengaku namanya Tia itu dan kenapa dia bisa tau semua tentang aku dan Erna?
Bisa jadi itu mungkin jin yang menyerupai Erna dan sengaja datang dengan wujud lain untuk menyampaikan sesuatu melalui aku.
... END ...
Channel :
LVDS CHANNEL Creator : Ludvidhi Setiawan
Baca Juga :
Cerita di atas terjadi pada tahun 2013 silam, namun percaya atau tidak kembali kepada setiap individu pembaca.
Banyak pelajaran-pelajaran yang dapat kita petik dari cerita perjalanan di atas. alangkah baiknya kita tetap mendoakan yang terbaik untuk narasumber.
Terimakasih kepada Mas Ludvidhi sudah berkenan menulis dan membagikan cerita mistis berbalut sedih seperti ini. cerita ini sangat menarik untuk di baca!